Tulisan ini saya buat karena kemarin mendapatkan sebuah artikel menarik dan juga kutipan menarik dari rekan yang bisa saya bilang “calon pemimpin sukses” :).
Artikel pertama berjudul “Gaji Tinggi Bukan Segalanya”. Sebelum saya berikan tulisan tersebut, ada baiknya kita renungkan, mengapa seseorang yang jika kita lihat secara kasat mata punya skill tinggi, bergaji besar, mendapatkan fasilitas enak, dll. tiba-tiba hengkang, padahal loyalitasnya tinggi? Semoga artikel berikut bisa sedikit menjelaskan:
“ GAJI TINGGI BUKAN SEGALANYA”
Mengapa perputaran karyawan tinggi walaupun remunerasinya di atas rata-rata? Uangkah pemicunya? Atau Ada faktor lain yang menentukan kesetiaan mereka?
Akhir tahun lalu, Lesmana, seorang teman lama yang ahli dalam Pengembangan bisnis telekomunikasi mendapatkan tawaran dari sebuah perusahaan multinasional untuk mengembangkan bisnisnya di Indonesia …
Dia tertarik Dan memutuskan untuk bergabung. Dia telah banyak mendengar tentang pimpinan perusahaan ini, yang sering diberitakan sebagai pemimpin visionaris Dan legendaris.
Gaji Lesmana besar, perlengkapan kantornya mutakhir, teknologinya Canggih, kebijakan SDM-nya pro-karyawan, kantornya megah di daerah segitiga emas, bahkan kantinnya menyajikan makanan yang lezat Dan murah. Dua kali dia dikirim keluar negeri untuk pelatihan. “Proses pembelajaran saya adalah yang tercepat di sini,”kata Lesmana “Sungguh menakjubkan bekerja dengan dukungan teknologi mutakhir seperti di perusahaan ini”.
Siapa nyana dua minggu lalu, belum genap tujuh bulan bekerja di Perusahaan itu, dia mengundurkan diri. Lesmana belum mendapatkan tawaran pekerjaan lain, tapi dia tidak sanggup lagi bertahan di sana.
Belakangan, sejumlah karyawan di divisi yang sama dengannya ikut Resigned. Direktur utama perusahaan itu pun merasa tertekan karena Perputaran (turnover) karyawan sangat tinggi. Cemas memikirkan biaya yang sudah dikeluarkan perusahaan untuk alokasi Dana pelatihan karyawan. Ia juga bingung lantaran tidak tahu apa gerangan yang terjadi. Mengapa karyawan yang bertalenta bagus ini mengundurkan diri, padahal gajinya sudah cukup tinggi?
Lesmana resigned karena beberapa alasan. Alasan ini juga yang menyebabkan sebagian besar karyawan lain yang bertalenta tinggi akhirnya mengundurkan diri.
Beberapa survey membuktikan bahwa jika anda kehilangan karyawan berbakat, periksalah atasan langsung mereka. SI atasan adalah alasan utama karyawan tetap bekerja Dan berkembang dalam suatu perusahaan.
Namun dia jugalah yang menjadi alasan utama mengapa para karyawan berhenti dari pekerjaannya, membawa pergi pengetahuan, pengalaman Dan klien mereka. Bahkan tidak jarang selanjutnya secara terang-terangan berkompetisi dengan perusahaan bekas tempatnya bekerja.
“Karyawan meninggalkan manajernya bukan perusahaannya, “kata para ahli SDM. Begitu banyak uang yiang telah dikeluarkan untuk tetap mempertahankan karyawan berbakat, baik dengan memberikan gaji lebih tinggi, bonus ekstra maupun pelatihan Mahal. Ngamun pada akhirnya, perputaran karyawan kebanyakan disebabkan oleh manajer/pimpinannya , bukan oleh hal lain.
Jika anda mengalami masalah turnover , maka pertama-tama periksalah kembali para manajer anda. Apakah mereka biang keladi yang membuat para karyawan tidak betah?.
Pada tahap tertentu, karyawan tidak lagi melihat jumlah uang yang IA Dapatkan, tapi lebih kepada bagaimana mereka diperlakukan Dan seberapa besar perusahaan menghargai mereka..
Kedua hal ini umumnya tergantung dari sikap para pimpinan terhadap mereka. Dan sejauh ini, bekerja dengan atasan yang buruk sering dialami oleh para karyawan yang bekerja dengan baik.
Survey majalah Fortune beberapa tahun lalu mengungkapkan bahwa 75% karyawan menderita karena berada di bawah atasan yang menyebalkan. Dari seluruh penyebab stress ditempat kerja, seorang atasan yang jahat mungkin adalah hal yang terburuk, yang secara langsung akan mempengaruhi kinerja Dan mental para karyawan.
Simak saja kisah yang dikutip langsung dari”medan perang” ini.
Mulya seorang insinyur, masih bergidik saat membayangkan Hari-Hari dimana IA dimaki-maki bos di depan staf lainnya. Atasannya itu sering menghina dengan kata-kata yang kasar. Waktu menghadapi hal menakutkan itu, Mulya praktis tak punya nyali untuk menjawab. Ia kembali ke rumah dengan perasaan tidak keruan Dan mulai menjadi kasar seperti sang atasan. Bedanya kekesalan ini dilampiaskan ke istri Dan anak-anaknya, kadang juga ke anjing peliharaannya. Lambat laun, bukan pekerjaan Mulya saja yang kacau balau, pernikahan Dan keluarganya pun hancur berantakan.
Nasib Agus juga setali tiga uang. Menceritakan “penyiksaan” yang Dilakukan oleh bosnya gara-gara Ada perbedaan pendapat yang tidak Terlalu penting antara keduanya. Atasan Agus benar-benar menunjukkan rasa tidak suka terhadapnya. Ia tidak lagi diikut-sertakan dalam pengambilan keputusan. “Bahkan dia tidak lagi memberikan saya dokumen maupun pekerjaan baru,” keluh Agus. “Sangat memalukan duduk di depan meja kosong tanpa tahu apapun Dan tidak seorangpun yang membantu saya”. Lantaran tidak tahan lagi, lalu Agus mengundurkan diri.
Para ahli SDM mengatakan, dari segala bentuk kekerasan, tindakan Memperlakukan karyawan ditempat umum adalah yang terburuk.
Pada awalnya, si karyawan mungkin tidak langsung mengundurkan diri, akan tetapi pikiran itu sudah tertanam. Jika kejadian terulang lagi, pikiran tersebut akan semakin kuat. Dan akhirnya, pada kejadian yang ketiga, karyawan itu akan mulai mencari pekerjaan lain.
Ketika seseorang tidak bisa membalas kemarahannya, IA akan melakukan pembalasan “pasif”.
Biasanya dengan cara memperlambat pekerjaan, berleha-leha, hanya
Melakukan pekerjaan yang disuruh atau menyembunyikan informasi penting. “Jika anda bekerja untuk orang yang menyebalkan, pada dasarnya anda ingin orang itu mendapat kesulitan. Jiwa Dan pikiran Kita tidak menyatu lagi dengan pekerjaan Kita,” papar Agus.
Para manajer bisa menekan bawahan melalui beragam cara. Misalnya dengan mengontrol bawahan secara berlebihan, curiga, menekan, terlalu kritis, bawel Dan sebagainya.
Namun para atasan tersebut tidak sadar bahwa karyawan bukan merupakan aset tetap, mereka adalah manusia bebas.
Jika ini terus berlanjut, maka seorang karyawan akan mengundurkan diri, walau tampaknya cuma karena masalah sepele saja.
Bukan pukulan ke-100 yang menjatuhkan seseorang, tapi 99 pukulan yang diterima sebelumnya.
Memang benar, karyawan meninggalkan pekerjaannya karena bermacam alasan untuk kesempatan yang lebih baik atau kondisi
Yang tidak memungkinkan lagi. Namun banyak yang semestinya tetap tinggal jika tidak ada satu orang (seperti atasan Lesmana) yang terus-menerus mengatakan,
” Kamu tidak penting, saya bisa dapat lusinan orang yang lebih baik dari kamu!”.
Kendati tersedia segudang pekerjaan lain (terlebih dalam keadaan pengangguran tinggi sekarang ini), bayangkanlah sesaat, berapa biaya
Atas hilangnya seorang karyawan yang bertalenta tinggi.
Ada biaya yang harus dibayar untuk mencari pengganti, ada biaya pelatihan bagi pengganti karyawan tersebut. Belum lagi akibat yang ditimbulkan karena tidak ada orang yang mampu melakukan pekerjaan itu saat calon pengganti sedang dicari, kehilangan klien dan kontak yang dibawa pergi karyawan yang hengkang, penurunan moral karyawan lainnya, hilangnya rahasia penjualan dari karyawan tersebut yang seharusnya diinformasikan ke karyawan lainnya, Dan yang terutama turunnya reputasi perusahaan. Lagi pula,
Setiap karyawan yang pergi, bagaimanapun juga akan menjadi “duta” untuk mewartakan hal yang baik maupun yang buruk dari perusahaan itu.
Kita semua tahu su
atu perusahaan telekomunikasi besar yang orang-orang ingin sekali bergabung, atau suatu bank yang hanya sedikit orang ingin menjadi bagiannya. Mantan karyawan kedua perusahaan ini telah keluar untuk menceritakan kisah pekerjaannya.
“Setiap perusahaan yang berusaha memenangkan persaingan harus memikirkan cara untuk mengikat jiwa setiap karyawannya, ” kata Jack Welch mantan orang nomor satu di General Electric.
Umumnya nilai suatu perusahaan terletak “diantara telinga” para karyawannya.
Karyawan juga manusia, punya mata, punya hati, punya pikiran dan punya rasa malu serta harga diri …..
JUNIUS LEE,CEO & Managing Consultant
JCI Kimberley Executive Search International
(Recruitment Consultants)
Dan juga ada kutipan menarik yang saya dapatkan dari seseorang yang saya hormati, karena beliau juga banyak memberikan masukan yang berharga kepada saya. Beliau bilang, ada 2 jenis manager dalam suatu organisasi, yaitu:
1. Effective Manager
Effective Manager adalah manager yang membuat TEAM sukses.. Biasanya dicintai team member, dibenci managernya 🙂 Ia biasanya sibuk melakukan pekerjaannya …
2. Successful Manager
Successful manager adalah manager yang membuat DIRInya sukses. Biasanya dia dicintai managernya tapi dibenci team member nya 🙂 Ia biasanya sibuk melakukan Lobby dan menyenangkan managernya 🙂
Which one do you believe? it’s up to you, karena saya hanya mengutip pernyataan yang saya anggap bagus dan topik ini tidak bermaksud untuk menyerang siapa pun dan tidak ada kaitannya dengan lingkungan kerja saya sekarang (sesuai disclaimer yang sudah saya tulis di blog saya).
Cheers,
Raymond Engelbert
emang ternyata jadi manager itu susah yah. harus bisa bikin team member, dirinya, dan bos-nya happy.
nice one sir..
tmn saya satu kantor pernah ngirim email hal yg mirip2 tentang bagaimana seharusnya leader bersikap, jadi teman saya multicast ke 1 dept including bos nya..tp bos nya malah bilang email tersebut melanggar SE >.< karena tidak ada hub ny dngan pekerjaan.
Spertinya sih tersingggung gtu.. ;p
@Hendrik
Memang…tidak mudah untuk menjadi seorang team leader..:)
@Krisna
Ya, kembali ke sikap orang masing-masing juga dalam menanggapi suatu hal. Kalau saya publish tulisan ini, lebih karena supaya menjadi pengingat untuk saya andaikata suatu saat memimpin sebuah tim (semoga :D)…
@Krisna:
Yup … self-critical itu juga penting yah … ngak cuman karyawan… tapi juga manager 🙂 … termasuk bos teman anda itu lho … 😉 Self-critical itu membuat kita maju dan maju terus; karena kita belajar dari kesalahan, itu yang penting.
Hati panas, pasti lahh secara di sindir abis gitu … tapi yg penting harus mengakui kesalahan … itu sikap kesatria yang jarang ada 🙂